lalala

Wednesday, 20 April 2016

What Time Has Done to Us?

Bismillahirrahmanirraheem
In The Name of Allah The Most Beneficent, The Most Merciful
I testify that there's no God but Allah, and Muhammad  (pbuh) is His messenger.

What time had done to us?

Seorang sahabat yang saya kasihi kerana Allah menghantar ini ke halaman Facebook saya.

Credits

Berserta caption “Setiap kali hujan saya hanya teringat kepada seseorang.” Kemudian disebutnya nama saya.

Untuk seketika, saya terpempan jadinya, why all of a sudden?
Saya titipkan di ruang komen, “Can I ask why?”
Dia menjawab, “Hang kan tak boleh kena hujan. Haha.”

It took me hours to realize that I was once so vulnerable to rain. I was even forgot that yeah, I used to be that low-immune teen growing up to have a high one.

Menetap hampir dua tahun di bumi yang jarang sekali ditimpa hujan membuat saya lupa kalau di tanah sendiri saya seringkali lemah menghadapi hujan. Mesir yang purata taburan hujannya hanyalah 20 -200mm setahun membuatkan saya seperti anak kecil mendapat gula-gula apabila hujan turun menimpa tanah. Bagaimana mungkin untuk saya mampu membuat endah tidak endah pada anugerah Tuhan yang satu ini? Hujan itukan satu anugerah. Saya sudah tidak memikirkan kebarangkalian untuk jatuh sakit setiap kali saya mensyukuri hujan. Kerana hal itu sudah lama sekali tidak terjadi.
Dulu mungkin ya, saya lemah sekali. Imun badan saya rendah kerana acapkali pasca terdedah kepada hujan, saya demam panas. Mungkin sebagai perlindungan, saya menjauhkan diri daripada hujan. Namun mungkin juga bukan kerana itu, tapi kerana saya telah menjadikan kelemahan saya sebagai alasan untuk bermanja-manja dengan keadaan.
Kalau saya bisa kembali ke masa silam,


Credits :It's Teme


Sengaja saya gunakan Bahasa ibunda mudah-mudahan mesejnya sampai. Ada sesuatu yang perlu dikhabarkan. Kadangkala kemewahan dan keselesaan hidup mencampakkan kita ke dalam gaung kemanjaan dan kealpaan. Kita seronok sekali berada di dalamnya, kita tidak terfikir untuk keluar. Tapi memandangkan dunia dan seisinya hanyalah fana’. 

No state is eternal. 

Yang abadi hanyalah Tuhan. Kemewahan, keselesaan pun segeralah beransur pergi. Yang di depan kita sekarang kesempitan dan kesukaran untuk didaki. Lalu dengan segala keterbatasan yang ada, kita sebenarnya terus mendaki untuk melihat apa yang Tuhan sediakan untuk kita setibanya di puncak.

Kita tumbuh dan membesar saban hari untuk mempelajari hal-hal yang makin sukar.
 Kita menduduki peperiksaan tahun ini untuk menghadapi tahun depan yang lebih mencabar.
 Kita berjalan di daerah ini untuk sampai ke daerah yang lebih jauh tak terjangkakan. 
Kita memikul beban amanah saat ini buat persiapan menghadapi masa depan yang lebih rencam. 

Kita tidak berpatah balik ke belakang. Dan kita tidak mempelajari hal yang lebih mudah daripada apa yang kita hadapi sekarang. Namun bagaimana kita menyikapinya adalah yang lebih utama.

Benar, apa yang menanti di depan adalah terlebih sukar dan tersangat rencam. Namun ia akan menjadi mudah sekiranya kita sudah terbiasa dengan kesusahan sekarang. Dan ia akan menjadi biasa sekiranya kita punyai jiwa besar yang luar biasa. Bukankah, alah bisa tegal biasa?


Pesan seorang murabbiah yang dititip sewaktu riadah, kita ini bersifat dengan sifat air, kerana komposisi tubuh manusia terdiri daripada 63% air. Bukankah di dalam Al-Quran Tuhan ada menyebut bahwa asal kita adalah air? [ Al-Anbiya’ :30] Bukankah air itu sifatnya mengalir? Bukankah air itu sewaktu kecilnya sahabat yang menenangkan, tika besarnya bala yang memenangkan? Lalu bagaimana mungkin kita bisa merana lemas dengan segala hal yang mendatang sewaktu aliran tumbesaran ? Bukankah hidup sememangnya punyai kitaran yang telah Tuhan tetapkan?

Whether we realize it or not, each day, we’ve been growing stronger. And even if we don’t look backward, we keep moving forward. So take a deep breath today and ask ourselves, what time has really done to us?


Or maybe instead, what we had done to ourselves, within times? 


No comments:

Post a Comment